Tuesday, 24 July 2012

Bekerja serasa bermain, travelling dibiayai perusahaan, Mau ?

Yogyakarta - Judul diatas mungkin terasa 'menohok' dalam artian positif, karena memang saya sendiri sudah merasakannya, mari kita kaji bersama-sama. Banyak di Indonesia ini perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan memiliki project sampai ke pelosok daerah se-antero nusantara. Sebut saja PERS, Biro Konsultan, Event Organizer, Advertising Agency, dan masih banyak lagi perusahaan yang memiliki sejumlah project hingga ke daerah-daerah terpencil baik dalam maupun luar negeri. Cerita yang akan dishare-kan bukan hal yang heboh dan Waoww, karena pasti masih banyak pengalaman pembaca blog ini yang lebih Waoww terkait judul diatas. Bila melihat tulisan sebelum ini, maka pembaca sudah tahu bahwa Event Organizer adalah basic yang dimiliki saya sejak lulus dari bangku kuliah dan masih minim pengalaman. Dengan disupport penuh oleh Dosen yang sudah dianggap seperti ibu sendiri, akhirnya dunia Event Organizer mencoba saya arungi dengan segala suka dukanya.

Benarkah kongkow-kongkow hanya buang-buang waktu ?

Yogyakarta - Wasting time!. Pernahkah membayangkan seandainya waktu yang anda miliki selama 24 jam setiap harinya dipotong menjadi 20, 15 atau 10 jam saja sehingga hidup menjadi terasa begitu singkat. Seandainyapun akan menjadi kenyataan, lalu apa yang akan anda lakukan demi menikmati hidup anda agar lebih efektif dan efisien. Padahal bila dilihat dengan lebih seksama waktu 24 jam sehari sangatlah kurang bagi orang-orang sibuk yang mencari kemapanan demi status sosial yang lebih baik. Sebaliknya, bagi orang-orang malas atau yang selalu menyalahkan kondisi dan lingkungan, waktu 24 jam terasa begitu lama, karena waktu yang dimanfaatkan tidaklah produktif. Sudahkah terbersit tanya dalam diri untuk menyiasatinya, seandainya salah satu gambaran keadaan diatas menimpa diri anda.

Tidak bisa dipungkiri bahwa terkadang diri kita yang super rajin, giat bekerja, tekun belajar, dan sifat positif lainnya terkikis perlahan karena berbagai persoalan yang menimpa kita. Dari rutinitas kita yang super sibuk, pernahkah kejenuhan seolah mengurung dalam ruang yang gelap, hingga tersesat dalam melangkahkan kaki ke arah yang lebih terang. Bila memang kondisi fisik yang terlalu lelah, atau terlalu beratnya beban pikiran yang menimpa, ada baiknya meluangkan waktu sejenak untuk bersantai, rileks, melihat alam yang hijau mungkin, dan bisa juga menghabiskannya dengan bercengkerama bareng rekan-rekan sebaya atau anak muda lebih familiar dengan istilah 'Kongkow-kongkow'.

Istilah gaul yang terkesan membunuh waktu, tidak produktif, dan image-image negatif ini belum tentu seperti yang disangkakan sebelumnya. Bisa saja 'kongkow-kongkow' yang dikerjakan sekelompok orang tadi memnag untuk me-refresh otak mereka yang terlalu lelah dengan rutinitas kerja misalnya. Bagi anak muda 'kongkow-kongkow' dimanfaatkan sebagai ajang bercanda, sharing dan curcol-curcol yang itu bisa melupakan sementara permasalahan yang ada. Nongkrong bareng dan sejenisnya dilakukan atas dasar kebutuhan bukan keinginan, sama artinya ketika kita membutuhkan sumber penghasilan (pekerjaan) demi kelanjutan hidup kita.

Bercengkerama bersama teman dan sahabat memiliki output yang positif ketika dalam pembicaraan yang santai juga sekaligus menemukan solusi atas persoalan yang ada. Suasana yang dibangun secara akrab bisa dilakukan sembari ngopi, arisan untuk ibu-ibu, nongkrong di cafe ala anak muda, sambil maen catur bagi bapak-bapak, dan masih banyak lagi 'metode' kongkow-kongkow. Bila diibaratkan dengan meeting atau rapat anggota DPR, tidak salah bila kongkow-kongkow yang dilakukan juga memerlukan peran seorang moderator. Meski bukan moderator secara formal yang ditunjuk, hanya menghadirkan sosok moderator yang ada dalam diri salah seorang peserta nongkrong bareng tadi. Hal ini tidak lain dimaksudkan untuk menjaga topik obrolah yang terarah namun tetap santai, lebih bermanfaat lagi ketika bisa memberikan solusi secara tidak langsung dari obrolan yang dilakukan.

Dalam kaitannya dengan 'wasting time' atau tidaknya kongkow-kongkow tadi, salah satunya bisa dilihat dari maksud dan tujuan serta niatan untuk tetap menjaga hubungan baik pertemanan. Maka janganlah ragu untuk meluangkan waktu dalam seminggu untuk bisa berkumpul dengan saudara, teman, sahabat, keluarga dan rekan-rekan dekat demi menyegarkan 'ruangan' dalam otak kita yang terlanjur pengap karena rutinitas yang menjenuhkan. So, sudah mengagendakan akan kongkow-kongkow bareng kemana akhir minggu ini ? segera agendakan sebelum anda menyesal tidak pernah menikmati waktu bersama sahabat dan rekan-rekan anda. :)). (Rry)
- Dari pengalaman nongkrong di hang out place di Jogja.










Mendadak Jadi MC dan Moderator

Yogyakarta - Bersyukurlah setiap orang yang pernah terlibat dalam pekerjaan Event Organizer, Kepanitiaan, maupun Organisasi yang mengelola sebuah event, program atau acara. Dalam kepanitiaan terkecil di karang taruna misalnya, kegiatan 17 Agustus setiap tahunnya tidak akan berjalan tanpa kepanitiaan yang selalu giat bekerja demi suksesnya acara. Sebagai contoh lain Resepsi Pernikahan, yang merupakan hajatan sekali seumur hidup (kalo gak menjadikan nikah sbg hobby sih..!) didalamnya juga dibutuhkan kepanitiaan atau yang lebih dikenal dengan Wedding Organizer (WO). Lama waktu yang dipersiapkan mereka juga terbilang panjang, sampai 6 bulan bahkan 1 tahun sebelumnya. 
WO professional biasanya juga membuka layanan konsultasi terkait persiapan Resepsi dan sederetan upacara sakral yang setiap adatnya berbeda-beda dan terkesan 'njelimet'. Sudah dapat dipastikan bahwa didalam sebuah kepanitiaan terdapat berbagai individu-individu dengan berbagai latar belakang yang dipadu-padankan dan bersinergi membentuk sebuah team. Adapun kesolidan team sangat menentukan hasil output event yang digarap. Pekerjaan dalam Event Organizer bisa dibilang seabrek-abrek, dan bila diuraikan agar hasil semakin sempurna, bisa lebih ribet lagi. Terlepas dari berbagai posisi dalam team yang diisi setiap individu, satu yang akan disoroti adalah peranan MC (master of ceremony), dalam acara formal ada yang menyebutnya 'Moderator'. 
Kembali dalam cerita perjalanan saya, meskipun tidak punya pengalaman yang mumpuni di ranah MC, tantangan sebagai MC menghampiri saat harus membawakan acara talkshow jurnalistik dalam Pameran Buku di Purwokerto. Hanya bermodalkan kebiasaan 'ngomong' ceplas ceplos didepan teman-teman sekampung saat rapat Agustusan di kampung, akhirnya mau gak mau harus unjuk gigi juga. Meski bila dirunut ke dalam JobDesk, seorang koordinator acara yang dipercayakan sm saya berbeda dengan MC. Pekerjaan teknis dalam MC tidak dimiliki oleh Koordinator Acara demikian sebaliknya. Terlepas dari JobDesk yang saling bertabrakan, merangkap menjadi MC adalah sebuah tantangan baru karena keterbatasan SDM dalam kepanitiaan yang bisa membawakan acara. rasa 'Grogi' bercampur aduk dengan keringat dingin yang mengucur deras 'naik turun' (kaya air mancur) seolah berkolaborasi dengan degup jantung yang terus terpacu. 
Satu hikmah yang bisa ditarik dari kesimpulan sederhana diatas adalah setiap individu mmeiliki kesempatan yang sama dan terbuka untuk lebih mengoptimalkan potensi dirinya. Bakat yang terpendam, 'soft skill' yang dimiliki bisa digali lebih dalam sehingga potensi yang dimiliki bila semakin diasah kian menjadi professional. Karena pada dasarnya latar belakang pendidikan juga tidak selalu menentukan bidang pekerjaan yang diperoleh, kebanyakan justru melenceng jauh dari konsentrasi pendidikan yang diambil saat kuliah dulu. Bila ada yang pernah merasakan bisa angkat kaki (becanda-mode on). Terlepas dari bisa tidaknya sebuah pekerjaan baru itu kita taklukkan adalah urusan belakang, yang harus dilakukan 'do it now!'. Sesimple itu dan semudah yang diucapkan, meski pada prakteknya sulit, namun sesulit apapun selalu ada cara untuk menaklukannya.

MC Parade Band di Pameran Buku Jepara - Jawa Tengah

MC Talkshow & Bedah Buku Motivasi di Malang - Jawa Timur

MC di TB. Gramedia Surabaya - Jawa Timur

MC di Acara Pertamina Book Fair Cilacap - Jawa Tengah 

MC di Grebeg Buku Jogja 

Bareng Melanie Subono di Pameran Buku Jombang - Jawa Timur 

Wisata Buku di Pameran Buku Ponorogo - Jawa Timur 

MC di Pesta Buku Anak Malang - Jawa Timur 

MC iseng-iseng di Grebeg Buku Jogja
Sesaat terkadang muncul rasa ketagihan sebagai MC, ada juga peresaan ingin diperhatikan, jelas dong kan si MC selalu berdiri didepan bersama nara sumber dan sebagai pusat perhatian. Pada kesempatan yang lain juga sekalian curi-curi pandang, ibarat merpati yang mencari pasangannya, halah!. Point akhir yang akan disampaikan disini, langkah otodidak dalam melakukan pekerjaan atau profesi baru yang menantang, apapun jenis pekerjaannya, cobalah untuk 'break' dari rutinitas yang ada dan carilah sumber referensi yang membahas pekerjaan tadi, niscaya akan semakin tertantang berbagai kisi-kisis persoalan yang dibahas dialamya, bisa berupa Buku, Internet, dan sebagainya. So, buatlah anda sebagai pribadi yang multitalenta, sehingga pekerjaan yang akan memilih anda bukan sebaliknya. selamat berotodidak ria. :)) 

Sunday, 22 July 2012

Tantangan Event Organizer sesungguhnya.


Jogja - Setelah berulang kali merasakan secara langsung proses penyelenggaraan event di lapangan, lambat laun dengan sendirinya semakin memperkuat sisi-sisi intuitif yang membantu setiap keputusan yang akan diambil. Bersentuhannya udara lapangan dengan kulit tubuh seolah menciptakan kohesi yang padu dalam mengawal proses event yang tengah berjalan. Sedikit pengalaman di Purwokerto dan Cilacap belumlah cukup dalam menancapkan pondasi awal memperkuat naluri lapangan seorang pekerja event. Selain pengalaman lapangan yang cukup, sharing dengan profesional yang sudah lama berkutat terlebih dahulu dalam bidang yang sama juga menjadi keharusan. 
Jogja merupakan kota yang nyaman, hal ini kental terasa saat pertama kali saya menginjakkan kaki di bumi mataram. Tepat di bulan Juni tahun 2008, udara dan nafas Jogja perlahan melekat dalam keseharianku. Lingkungan baru, budaya baru, kebiasaan baru dan proses adaptasi bagi seorang pegiat EO haruslah cepat direspon, sehingga penerimaan dan penyesuaian sebagai proses menuju tujuan utama dapat tercapai. Bagaimana bertahan hidup dengan kondisi yang fluktuatif dan erbagai faktor yang turut mempengaruhi adalah filosofi sederhana dari prinsip Event Organizer.
Kurang lebih sebulan di Jogja dan mendapatkan hunian baru (kost) didaerah perumahan baciro baru, tantangan baru sebagai event organizerpun mulai diuji. Tidak perlu menunggu lama, karena Pameran Buku di Solo harus segera digelar bulan Agustus 2008. Belum begitu mengenal Jogja sudah dihadapkan pada kondisi dimana harus mempelajari kondisi, situasi terakhir dan karakteristik kota Solo dengan segala faktor yang menyertainya.
Masih terngiang dalam benak, bahwa jaringan (networking) sangat membantu dalam kita melangkah mengenal daerah ‘jajahan’ baru. Memanfaatkan netwotrking melalui jaringan komunitas film indie di Cilacap, maka terkoneksilah dengan komunitas yang sama di solo sebagai pintu awal membuka link yang lebih luas lagi. Perlahan memahami geografis kota solo, karakteristik warganya, kabiasaan masyarakatnya, dan tentu dengan mengamati penyelenggaraan event-event yang diadakan di Solo. Dengan sedikit informasi sementara, basecamp pun diperoleh di daerah bagian belakang Solo Grand Mall (SGM).
Dari basecamp yang berbentuk rumah kost dan menyewa 2 kamar, petualangan menaklukkan kota Solo dimulai. Pendekatan dengan Media Massa pun dimulai; Surat Kabar, Radio, Web Portal, TV Lokal dan sebagainya. Bentuk promosi Below The Line mulai digarap dengan memetakan pola geografis yang akan dibentuk. Pendekatan dengan beberapa komunitas sebagai pendukung acara dari sisi yang lebih menghibur mulai di follow up. Berbagai strategi seolah mulai bergelantungan dalam benak. Mengurai birokrasi Solo terbilang bukan hal yang mudah, pola ‘pekeuwuh’ yang sebagian besar dimiliki warga solo harus diselami secara dalam-dalam.
Dengan back up promosi, dari sisi above the line mulai dari Boyolali, Solo, Karanganyar dan Sragen  dan below the line dengan coverage area yang sama,  makin meningkatkan rasa optimis bahwa pameran bakal rame pengunjung. Dengan tetap memperhatikan content acara yang mendidik namun tetap menghibur sehingga menghilangkan kesan kaku acara-acara pendidikan dan dikemas menjadi bentuk baru yakni edu-taintment. Setidaknya itulah konsep yang pada akhirnya bisa diterapkan disetiap kota-kota yang akan dilewati pameran buku.
Perhatian serius dari sisi acara bukan main-main, karena itu band parodi yang tenar kala itu ‘Pecas Ndahe’ didapuk sebagai headliner selain juga permainan perkusi yang apik dan parade band yang melibatkan band-band pelajar lokal. Sebagai pemuncak kehadiran bintang tamu Raditya Dika adalah yang paling ditunggu, tidak sia-sia gembar gembor artist yang juga penulis buku laris ‘kambing jantan’itu kian menggebrak rangkaian acara yang digelar selama seminggu. Mulai dari acara yang membidik segment anak, seperti lomba mewarnai dan menggambar, fashion show, lomba nyanyi, parade band, talkshow dan jumpa artist serta acara pendukung lainnya terbukti cukup meningkatkan euforia yang sudah terbangun dari awal melalui serangkaian promosi outdoor dan above the line.
Meski saat itu image yang berkembang bahwa warga solo lebih menyukai konsep hiburan secara gratis tanpa keluar uang sepeserpun, tidak selamanya benar ketika melalui hiburan tersebut justru akan lebih afdhol ketika dituntut untuk membelanjakan sebagian uangnya demi kepuasan. Dalam hal ini konteks membeli buku yang sesuai kebutuhan tiap2 pengunjung mampu meningkatkan omzet dari tiap-tiap penerbit yang ambil bagian didalamnya.
Grha Wisata Niaga menjadi satu-satunya venue yang paling representatif, baik dari sisi harga sewa maupun letak strategisnya. Sehingga dengan akumulasi beberapa pertimbangan yang saling mendukung dari strategi yang sudah dijalankan, Pameran Buku di Solo terbilang sukses saat itu dan indikator yang paling menonjol hampir sebagian besar penerbit mencapai target omzet. Menaklukan tantangan Event organizer seseungguhnya tidak lain dengan mengalahkan unsur subjektifitas diri yang belum tentu diinginkan konsumen atau audience, salah satu kuncinya dengan melihat trend dan keinginan pasar.
Membatik sepanjang City Walk kota Solo disela-sela waktu mempersiapkan Pameran.

Bersama alm. mbah Gesang, pencipta Lagu 'Bengawan Solo'

Tim Panitia Pameran Buku Solo

ng-MC

Menikmati makan siang bersama Tim Cilacap, sehari setelah selesai event di Pantai Widarapayung

Bersama keponakan dan temen2 bumiayu di Prambanan, pada gendong momongan yak :)

Memberi motivasi untuk teman2 FKMBS (Forum Komunikasi Mahasiswa Brebes Selatan)

Dari kepanitiaan kelas kampus menuju Event Organizer Professional.

Saat menjadi moderator pada talkshow Jurnalistik dengan pembicara dari Harian Radar Banyumas

Menjadi moderator pada Talkshow Jurnalistik dengan pembicara dari harian Radar Cilacap

Memberikan sambutan pada penutupan Pesta Buku Murah Cilacap 2008
Bersama rekan-rekan MB Productions; ki-ka (atas): Fadly, Wita, Rina, Ibu Poppy, Deny

ki-ka (bawah); saya, Novi, Nciz, Yeni, Dian

Menjadi Moderator sendiri dari TA yang digarap, sedangkan pembicara dari Wartawan Senior Media Indonesia, mas Lilik.


Saturday, 21 July 2012

Kenakalan masa SMP adalah kenangan terindah (1)

Bumiayu - Sejak bersemangat kembali untuk menuliskan sebagian perjalanan hidup saya yang mungkin masih belum menjadi apa-apa ini, yakni kenangan masa SMP yang coba saya ketengahkan dalam lembaran blog kali ini. Kurang lebih 12 (dua belas) tahun yang lalu, sejak duduk di kelas 3 SMP, seorang Rury remaja mulai menemukan sebagian dunia luar yang tentunya sangat baru dan berbeda. Menempati ruangan paling pojok tertulis tepat diatas pintu masuk ruangan, "Kelas III G".
ilustrasi.01
Dalam ruangan itulah sekumpulan anak-anak yang masih sangat "hijau" berkumpul membentuk sebuah organisasi kelas, tim sepakbola, basket, kegiatan ekstrakurikuler bahkan sampai berbentukk gank yang terdiri dari beberapa anggota kelas. Yang paling melekat dan sulit untuk dihapuskan dari memori masa lalu adalah atas solidnya tim sepakbola "kelas III G" yang selalu menjuarai berbagai ajang kompetisi antar kelas, saat moment 17 Agustus, School Anniversary, maupun inisiatif mengadakan pertandingan sendiri antar kelas, dengan mengeluarkan modal tentunya. Uang Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah) saat itu adalah jumlah yang cukup besar bagi anak-anak SMP, uang tersebut dikumpulkan hasil iuran dari tiap-tiap anggota kelas.
Dan hasilnya, hampir disetiap pertandingan Kelas saya selalu menang dan membawa pulang setiap nominal uang yang nilainya bervariasi, mulai dari Rp. 50 ribu, 100 ribu, 200 ribu dan seterusnya. Alhasil dari setiap pertandingan yang dilakoni, Kas kelas menjadi bertambah dan seolah atas prestasi itu menjadi kebanggan tersendiri. Selain prestasi dalam bidang sepakbola, secara kolektif Kelas saya bisa dibilang solid, karena hampir setiap waktu selalu ada moment untuk bercengkerama, bermain bersama, nonton film bareng, mengerjakan tuigas sekolah bersama sampai kegiatan kumpul-kumpul di kantin belakang sekolah sambil menghisap rokok secara sembunyi-sembunyi. Dan jangan salah sampai saatnya tiba, seluruh anggota kelas yang merokok rame-rame di kantin kelas akhirnya diketahui seorang Guru BK (Biro Konseling) yang pada ujungnya digelandang dalam ruang BK (istilah penjahatnya-Sel/Penjara :D). Sehingga surat pernyataan yang ditanda tangani orang tua sebagai penebus/jaminan untuk tidak mengulangi perbuatan, tapi karena merokok sudah iedntik dengan ikon kejantanan pada saat itu, tetap saja berlanjut kembali.
Kenakalan secara kelompok yang juga masih terngiang dalam benak adalah saat teman sekelas ulang tahun. Bisa dibayangkan ruang kelas yang dari pagi sudah terlihat bersih, rapi, saat jam pulang sekolah tiba, mendadak jadi kotor, semrawut, penuh tepung, telor disana-sini, bahkan maaf-air kencing- juga menjadi pernak pernik yang ikut mengotori ruang kelas demi memberikan 'surprise' pada teman cewek yang ulang tahun saat itu. Keriuhan hasil kenakalan Kelas III G terdengar sampai kepala sekolah, dan alhasil seluruh kelas dihukum berdiri di lapangan terbuka dijemur ditengah terik panas matahari. Tentunya dengan tetap membersihkan ruang kembali ruang kelas yang berantakan dan tidak berbentuk.
Beberapa kenakalan tersebut adalah kenangan yang tentunya akan selalu muncul kembali saat seluruh anggota kelas berkumpul kembali dalam forum 'Reuni' saat lebaran tiba. Dan sampai saat ini, hanya beberapa orang yang masih keep contact dan selalu memberikan kabar terbaru, sehingga tali silaturahmi tetap terjaga. Bila dirinci lagi, masih banyak kasus kenakalan lainnya yang telah menghiasai perjalanan hidup di masa remaja (SMP) saya, hasil kreasi dari sahabat-sahabat yang kini sudah menjauh satu sama lain. Seperti halnya: membolos bersama, bermain bola saat guru memberikan tugas dan tidak mengajar, berkelahi, dan lain sebagainya. Kenakalan anak-anak SMP pada masanya adalah sebuah karya kreasi yang sayangnya keliru cara mengaplikasikannya sehingga hasil yang diperoleh pun juga negatif.

Oleh karenanya bimbingan guru, dan kesabaran dari wali kelas dalam membentuk karakter anak didiknya yang menentukan akan menjadi apa anak asuhnya kelak saat dewasa nanti. Selain dari kalangan temen-temen cewek sebagian besar sudah mengarungi bahtera rumah tangga, sebagian teman-teman cowok juga beberapa telah melepas masa lajangnya. Tidak terasa usia sudah memakan kenangan masa lalu yang masih indah bila oknum-oknumnya bertemu untuk saling menceritakan pengalaman masa lalunya. Kenakalan memang kenangan terindah. :)